berkebun
AMSTERDAM--Di atap gedung pusat riset Universitas Wageningen di provinsi Gelderland, Belanda, dilakukan riset yang tidak lazim. Di bagian tepian atap terlihat dua bak berbentuk segiempat sama sisi yang masing-masing memuat 12 ember plastik berisi air dan lumpur. Di dalamnya para ilmuwan membudidayakan berbagai jenis rumput dan tanaman air lainnya. Tapi bukan budidaya tanamannya yang menjadi tema utama riset di Universitas Wageningen ini, melainkan simbiose antara tanaman dan bakteri untuk pembangkitan energi.
David Strik, pakar biokimia yang melakukan penelitian menjelaskan, "Kami di sini memiliki tanaman dan bakteri yang bekerjasama. Prinsipnya dapat diterangkan secara sederhana. Tanaman lewat fotosintesa memproduksi unsur Karbon, dan meneruskan hingga 40 persen unsur organik ini ke dalam tanah. Di sana hidup bermacam mikro-organisme, bakteri dan jamur yang hidup dari unsur organik dari tanaman itu. Kami membuat baterai biologis, dengan menancapkan dua elektrode, di lokasi di mana bakterinya tumbuh dan dapat memproduksi listrik."
Para ilmuwan di Belanda itu menerapkan pengetahuan yang sudah berumur setengah abad. Yakni, semua organisme dalam proses pencernaannya atau tepatnya dalam pembakaran glukosa di dalam tubuhnya, membangkitkan energi listrik lemah. Mayoritasnya dimanfaatkan untuk proses metabolisme tubuh sendiri.
Akan tetapi pada bakteri terjadi hal yang berbeda. Biasanya bakteri melepaskan energi listrik ini kepada Oksigen yang ada di udara. Dalam kondisi an-aerob atau tidak ada Oksigen, bakteri akan mencari unsur lainnya untuk menerima pelepasan energi listrik yang berlebihan dari hasil pencernaannya. Proses itu ditemukan oleh para ilmuwan dari Universitas Greifswald beberapa tahun lalu. Mereka kemudian mengembangkan apa yang disebut sel bahan bakar mikroba MFC.
Bakteri dalam sel bahan bakar mikroba hidup dalam sebuah larutan yang mengandung bahan makanan. Ke dalamnya dimasukkan dua elektroda. Bakteri hanya melepaskan energi listrik yang berlebihan langsung ke kutub negatif atau anoda. Listriknya kini dapat disalurkan. Namun pada sel bahan bakar mikroba MFC juga berlaku dalil, output tidak dapat lebih besar dari input. Dengan kata lain, agar pemasokan listrik berlangsung stabil dan kontinyu, bakterinya haru terus menerus diberi makan. Inilah tugas dari rumput yang ditanam di dalam ember yang ditempatkan di atap universitas Wageningen. Tanamannya tumbuh dalam larutan bahan makanan, dan menjamin pasokan glukosa secara kontinyu.
"Apa yang kami buat, pada dasarnya adalah sel pembangkit energi matahari alami. Tanaman menyerap energi matahari, dan meneruskannya kepada bakteri yang pada gilirannya memproduksi listrik. Jadi kami dipasok listrik 24 jam dalam sehari. Jika bakterinya masih ada, listrik terus diproduksi. Musim dingin tahun lalu, semuanya membeku dan seluruh sistemnya tidak berfungsi. Tapi segera setelah mencair lagi, listrik kembali ada," demikian dijelaskan David Strik.
Akan tetapi kapasitas pembangkitan listriknya sedikit berfluktuasi, tergantung dari kondisi hari, cuaca dan jenis tanamannya. Sebab setiap jenis tanaman memicu persyaratan kehidupan yang berbeda-beda untuk bakterinya. Daya listrik terbesar selama ini dibangkitkan oleh sejenis rumput yang biasanya tumbuh di tepian sungai atau kawasan perairan. Para peneliti mengamati, juga tanaman padi merupakan pembangkit energi yang cukup bagus.
"Setiap meter perseginya saat ini memproduksi 0,2 watt. Kami pikir dalam waktu tiga tahun ke depan dapat direalisasikan pembangkitan tiga watt per meter perseginya. Apa yang dapat kita lakukan dengan itu? Tiga watt adalah daya yang tepat, yang diperlukan untuk mengisi kembali aku telepon seluler," dikatakan David Strik.
Juga para peneliti energi memberikan gambaran pemanfaatan berikutnya dari arus listrik lemah yang dibangkitkan sel bahan bakan mikroba MFC. Misalnya untuk mengoperasikan penerangan dari diode emisi cahaya LED. David Strik menegaskan, ia akan memasarkan dan menjual hasil penelitian dan pengembangan ini. Ia telah mengambil alih patennya dari Universitas Wageningen dan mendirikan sebuah perusahaan swasta kecil bernama Plant-E. Rencana besarnya adalah, menanami seluruh permukaan atap Univerisat Wageningen dengan tumbuhan, untuk dapat membangkitkan listrik. David mengatakan, jika itu terwujud, maka untuk pertama kalinya diproduksi listrik paling hijau di dunia.
REPUBLIKA.CO.ID,
David Strik, pakar biokimia yang melakukan penelitian menjelaskan, "Kami di sini memiliki tanaman dan bakteri yang bekerjasama. Prinsipnya dapat diterangkan secara sederhana. Tanaman lewat fotosintesa memproduksi unsur Karbon, dan meneruskan hingga 40 persen unsur organik ini ke dalam tanah. Di sana hidup bermacam mikro-organisme, bakteri dan jamur yang hidup dari unsur organik dari tanaman itu. Kami membuat baterai biologis, dengan menancapkan dua elektrode, di lokasi di mana bakterinya tumbuh dan dapat memproduksi listrik."
Para ilmuwan di Belanda itu menerapkan pengetahuan yang sudah berumur setengah abad. Yakni, semua organisme dalam proses pencernaannya atau tepatnya dalam pembakaran glukosa di dalam tubuhnya, membangkitkan energi listrik lemah. Mayoritasnya dimanfaatkan untuk proses metabolisme tubuh sendiri.
Akan tetapi pada bakteri terjadi hal yang berbeda. Biasanya bakteri melepaskan energi listrik ini kepada Oksigen yang ada di udara. Dalam kondisi an-aerob atau tidak ada Oksigen, bakteri akan mencari unsur lainnya untuk menerima pelepasan energi listrik yang berlebihan dari hasil pencernaannya. Proses itu ditemukan oleh para ilmuwan dari Universitas Greifswald beberapa tahun lalu. Mereka kemudian mengembangkan apa yang disebut sel bahan bakar mikroba MFC.
Bakteri dalam sel bahan bakar mikroba hidup dalam sebuah larutan yang mengandung bahan makanan. Ke dalamnya dimasukkan dua elektroda. Bakteri hanya melepaskan energi listrik yang berlebihan langsung ke kutub negatif atau anoda. Listriknya kini dapat disalurkan. Namun pada sel bahan bakar mikroba MFC juga berlaku dalil, output tidak dapat lebih besar dari input. Dengan kata lain, agar pemasokan listrik berlangsung stabil dan kontinyu, bakterinya haru terus menerus diberi makan. Inilah tugas dari rumput yang ditanam di dalam ember yang ditempatkan di atap universitas Wageningen. Tanamannya tumbuh dalam larutan bahan makanan, dan menjamin pasokan glukosa secara kontinyu.
"Apa yang kami buat, pada dasarnya adalah sel pembangkit energi matahari alami. Tanaman menyerap energi matahari, dan meneruskannya kepada bakteri yang pada gilirannya memproduksi listrik. Jadi kami dipasok listrik 24 jam dalam sehari. Jika bakterinya masih ada, listrik terus diproduksi. Musim dingin tahun lalu, semuanya membeku dan seluruh sistemnya tidak berfungsi. Tapi segera setelah mencair lagi, listrik kembali ada," demikian dijelaskan David Strik.
Akan tetapi kapasitas pembangkitan listriknya sedikit berfluktuasi, tergantung dari kondisi hari, cuaca dan jenis tanamannya. Sebab setiap jenis tanaman memicu persyaratan kehidupan yang berbeda-beda untuk bakterinya. Daya listrik terbesar selama ini dibangkitkan oleh sejenis rumput yang biasanya tumbuh di tepian sungai atau kawasan perairan. Para peneliti mengamati, juga tanaman padi merupakan pembangkit energi yang cukup bagus.
"Setiap meter perseginya saat ini memproduksi 0,2 watt. Kami pikir dalam waktu tiga tahun ke depan dapat direalisasikan pembangkitan tiga watt per meter perseginya. Apa yang dapat kita lakukan dengan itu? Tiga watt adalah daya yang tepat, yang diperlukan untuk mengisi kembali aku telepon seluler," dikatakan David Strik.
Juga para peneliti energi memberikan gambaran pemanfaatan berikutnya dari arus listrik lemah yang dibangkitkan sel bahan bakan mikroba MFC. Misalnya untuk mengoperasikan penerangan dari diode emisi cahaya LED. David Strik menegaskan, ia akan memasarkan dan menjual hasil penelitian dan pengembangan ini. Ia telah mengambil alih patennya dari Universitas Wageningen dan mendirikan sebuah perusahaan swasta kecil bernama Plant-E. Rencana besarnya adalah, menanami seluruh permukaan atap Univerisat Wageningen dengan tumbuhan, untuk dapat membangkitkan listrik. David mengatakan, jika itu terwujud, maka untuk pertama kalinya diproduksi listrik paling hijau di dunia.
REPUBLIKA.CO.ID,